Rabu, 01 Februari 2012

Sang Budha Bersemayam di Borobudur


Sang Budha Bersemayam di Borobudur

Sang Budha Bersemayam di Borobudur, film yang disutradarai oleh Marselli ini menceritakan sebuah perubahan dari zaman ke zaman. Diambil dari Rusia Montage yaitu Intellectual montage Sergei Eisenstein, Penonton seharusnya membangun aspek intelektual atau pemikirannya sendiri, bukan sekedar emosinya saja. Dasar pemikiran Eisenstein, Seperti ideologi yang dianut Rusia, yaitu Marxisme (Dialektika Materialisme). Teori Konflik, yaitu suatu pemikiran (tesis) harus dibenturkan dengan pemikiran lain (antitesis) dan kemudian akan muncul pemikiran baru (sintesis). Shot seharusnya tidak sekedar disambung dengan shot lain, namun harus dibenturkan atau dikonflikkan (montage attraction) yang akan menghasilkan makna yang sama sekali baru. Contohnya film Sang Budha Bersemayam di Borobudur pada saat shot borobudur cross cuting  orang-orang tersenyum, melahirkan, hewan, manusia, dan lain sebagainya. Pada film ini juga terdapat overtonal montage yaitu dampak pada penonton menjadi lebih abstrak dan rumit. Transisi yang diguanakan tidak halus agar tidak menghilangkan kesempatan. Film terkait secara tematik bukan ruang dan waktu. Metric montage yaitu dalam film ini penyambungan yang digunakan tidak penting yang terpenting adalah kesan yang diterima.
Kuleshov menyimpulkan bahwa sebuah shot tidak dapat berdiri sendiri, namun membutuhkan shot lain agar memiliki makna.  Oleh karena itu jukstaposisi menjadi sangat penting.  Juga karena hasil yang diperolehnya, maka Kuleshov juga mengatakan bahwa sinema merupakan salah satu bentuk seni.  Untuk dapat memenuhi syarat sebagai seni maka dibutuhkan dua syarat, yaitu materi (shot) dan metode kreatif (montage atau editing). Jukstaposisi adalah jenjang urutan shot-shot di dalam film yang  memiliki keterikatan satu dengan yang lain. Kekuatan film ada pada juktaposisinya, jenjang urutan shot-shot dalam film yang memiliki ketertarikan.
 Dasar pemikiran Pudovkin, Aliran seni yang sedang berkembang di Rusia saat itu, constructivism. Aliran dimana apa yang akan dilihat dan dirasakan oleh audiens haruslah dapat dibangun. Menurutnya, sebuah film seharusnya dapat melibatkan emosi penonton (penonton tidak hanya sekedar mendapatkan informasi), namun juga aspek emosinya turut dibangun (konstruktif). Adegan-adegan dalam film sesungguhnya dapat dibangun untuk memberi penekanan pada aspek dramatiknya. Editing tidak hanya sekedar metode kreatif namun merupakan pondasi film.
Simbol             : Dalam film ini juga membuat simbol-simbol yang memiliki makna yang berbeda, pada shot borobudur kemudian melihatkan orang-orang kelaparan, kemiskinan, ada yang melahirkan, menikah, itu disimbolkan sebagai kehidupan yang berputar.
Contrast          : Satu shot dengan shot lainnya bertentangan.
Pararelism        : Kehidupan manusia yang berjalan terus (berputar)
Symultaneity   : Waktu yang disajikan dalam film seolah-olah terjadi secara serempak atau bersamaan, pemotongan yang cepat untuk klimaks.
Leit Motif       : Pengulangan shot untuk mengingatkan penonton pada tema film.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar